Menurut Keputusan Dewan Pers tertanggal 1 Desember 1974 yang ditandatangani Menpen Mashuri, SH, pers nasional berpijak kepada enam landasan. Pada zaman Orde Baru, enatn landasan tersebut dijadikan semacam “rukun iman” bagi para pengusaha pers dan kalangan praktisi jurnalistik agar tidak tersandung dan bebas dari ancaman pemberedelan yang setiap saat bisa dilakukan oleh pemerintah. Secara yuridis, ketika itu UU Pokok Pers sekarang UU Pokok Pers No. 40/1999 memang dengan tegas menyatakan terhadap pers nasional tidak dikenai pembredeilan. Namun secara politis, pemerintah sering tak menggubrisnya. Pemerintah melalui Departemen Penerangan bisa kapan saja memberangus pers yang dianggapnya “tidak sejalan dengan kebijakan pimpinan nasional”. Deppen, pada wakatu itu adalah departemen yang paling ditakuti oleh siapa pun yang berkecimpung dalam dunia penerbitan pers nasional, baik di ibu kota maupun terlebih lagi di daerah-daerah. Dalam SK Dewan Pers 79/1974 ditegaskan, pers nasional berpijak kepada enam landasan, yakni 1 landasan idiil Pancasila, 2 landasan konstitusional UUD 1945, 3 landasan strategis operasional garis-garis besar haluan negara GBHN, 4 landasan yuridis UU Pokok Pers No. 11/1966, 5 landasan sosiologis tata nilai dan norma sosial budaya agama yang berlaku pada masyarakat bangsa Indonesia, dan 6 landasan etis kode etik Persatuan Wartawan Indonesia PWI. Apakah SK Dewan Pers 79/1974 yang dibuat dalam era pemerintahan otokratis itu masih relevan untuk dijadikan rujukan bagi pers era masa kini yang sedang mencoba mengembangkan era pemerintahan demokratis? Penulis buku ini berpendapat, untuk sebagian kecil sudah tidak relevan. Sedangkan untuk sebagian besar sampai kini masih tetap sangat relevan setelah disesuaikan dengan perkembangan serta ketentuan yang berlaku. Untuk yang tidak relevan, misalnya tentang landasan strategis operasional. Dalam era reformasi, MPR tidak lagi menetapkan GBHN. Begitu juga dengan landasan etis, keharusan untuk menginduk hanya kepada satu organisasi profesi sudah sangat kadaluwarsa. Kini wartawan boleh bergabung dengan salah satu organisasi profesi pers mana saja yang disukainya. Lantas, apakah landasan pers nasional jadi menyusut dari enam landasan menjadi lima atau empat landasan, misalnya? Buku ini berpendapat, jumlahnya tidak mengalami perubahan. Tetap enam landasan. Hanya isinya dan urutannya saja yang diubah serta disesuaikan. Pers nasional bagaimanapun perlu tetap memiliki landasan untuk menghindari ironi, tirani, dan bahkan hegemoni kekuasaan dalam tubuhnya sendiri Dengan demikian, landasan idiil pers tetap Pancasila. Artinya, selama ideologi negara tidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional kita harus tetap merujuk kepada Pancasila sebagai ideologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber segala sumber hukum. Di negara mana pun, pers sangat dipengaruhi dan sangat bergantung kepada ideologi serta sistem politik yang dianut negara bersangkutan. Dalam negara monarki, lahir dan berkembang pers monarki. Dalam negara liberal, lahir dan berkembang pers liberal kapitalistik. Lalu dalam negara majemuk Indonesia, apakah etis kita mengembangkan pers liberal kapitalistik yang berorientasi komersial semata dan hanya mengabdi kepada pemilik modal? Landasan kedua, adalah landasan konstitusional, berarti mcnunjuk kepada UUD 1945 setelah empat kali dilakukan amandemen dan ketetapan-ketetapan MPR yang mengatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan dan tulisan. UUD bukanlah kltab suci yang tak boleh diganti atau direvisi. UUD tidak perlu disakralkan. Sangat berbahaya apabila UUD hanya dijadikan alat ritual. UUD harus dijadikan senantiasa aktual. Pers nasional dengan demikian harus memiliki pijakan konstitusional agar tak kehilangan kendali serta jati-diri dalam kompetisi era global. Landasan ketiga, landasan yuridis formal, mengacu kepada UU Pokok Pers untuk pers, dan UU Pokok Penyiaran untuk media radio siaran dan media televisi siaran. Sekadar catatan, dalam UU Pokok Pers No. 40/1999, pers dalam arti media cetak berkala dan pers dalam arti media radio siaran berkala dan media televisi siaran berkala, diartikan sekaligus diperlakukan sama sehingga menjadi rancu serta disfungsional. Landasan keempat, landasan sosiologis kultural, berpijak pada tata nilai dan norma sosial budaya agama yang berlaku pada dan sekaligus dijunjung tinggi oleh masyarakat bangsa Indonesia. Landasan kelima, landasan strategis operasional, mengacu kepada kebijakan redaksional media pers masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepentingan sosial dan nasional. Setiap penerbitan pers harus memiliki garis haluan manajerial dan redaksional. Garis haluan manajerial berkaitan erat dengan filosofi, visi misi, orientasi, kebijakan, dan kepentingan komersial. Garis haluan redaksional mengatur tentang kebijakan pemberitaan atau sesuatu yang menyangkut materi isi serta kemasan penerbitan media pers. Landasan keenam, landasan etis, menginduk kepada kode etik profesi. Setiap organisasi profesi pers harus memiliki kode etik. Secara teknis, beberapa organisasi pers bisa saja sepakat untuk hanya menginduk kepada satu kode etik. Tetapi secara filosofis, setiap organisasi pers harus menyatakan terikat dan tunduk kepada ketentuan kode etik. Ini berarti tiap organisasi pers boleh memiliki kode etik sendiri-sendiri, boleh juga menyapakati kode etik bersama. Incoming search termslandasan perslandasan pers nasionallandasan yuridis formal pers nasional adalahlandasan operasional pers nasional adalahlandasan yuridis formal pers nasionallandasan pers di Indonesiajelaskan landasan etis profesional pers nasionallandasan operasional pers nasionalLandasan sosiologis pers nasional indonesia adalahlandasan sosiologis pers nasional adalah
LandasanYuridis Pendidikan Tatang Sy. File 2010 251 pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional". Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pers memiliki peranan sangat penting dalam sekala nasional. Salah satu fungsi pers di Indonesia ialah sebagai sarana pendidikan kepada masyarakat karena memuat serangkaian literasi yang dapat menambah pengetahuan. Disisi lainnya, dalam koredor penjelasannya sendiri setiap lembaga haruslah memiliki landasan hukum, hal ini setidaknya dipergunakan sebagai legitimasi apabila mengalami permasalahan. Namun yang pasti, setidaknya dalam membentuk maupun berada dalam pers di Indonesia yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial dengan demokrasi aturan perundang-undangan tersebut terdapat dalam pasal dan butir pada penjabaran Pancasila. Pers adalah bentuk penyiaran berita yang dilakukan oleh lembaga resmi secara online ataupun offline cetak dalam rangka memberikan informasi kepaa masyarakat untuk berbagai rencana kebijakan-kebijakan nasional. Dalam arti ini pers seolah dapat menjadi penghubung serta patokan setiap Warga Negara dalam melakukan kontrol sosial. Misalnya saja tentang hubungan internasional, kebijakan yang menjadi tugas presiden, ataupun pemberitaan tentang hak-hak DPR yang dipergunakan untuk menjadi pengawas presiden. Macam Landasan Hukum Pers di Indonesia Landasan hukum pers di Indonesia atau landasan nasional merupakan dapat diartikan sebagai ketentuan-ketentuan hukum yang dijadikan sebagai pijakan untuk menjalankan fungsi dan peranan pers. Pentingnya landasan hukum bagi pers nasional adalah tercipta kepastian hukum bagi insan pers nasional dalam menyajikan berita dan informasi tanpa adanya upaya pengekangan dan pihak mana pun termasuk pemerintah. Landasan hukum pers yang berlaku pada saat ini dapat dibedakan menjadi berbagai macam, diantaranya adalah sebagai berikut; Landasan idiil Landasan idiil pers nasional adalah Pancasila. Artinya, pers nasional harus tetap merujuk pada Pancasila sebagal ideologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata fluai, dan sumber dan segala sumber hukum yang harus dipegang teguh dalam menjalankan pemberitaan. Landasan Konstitusional Landasan konstitusional pers nasional termuat dalam Undang-Undang, dimana penggunakan Amandemen UUD 1945 dan ketetapan MPR yang berlaku saat ini setidaknya memberikan aturan tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pendapat dengan lisan dan tulisan. Pers yang ada di Indonesia haruslah memiliki landasan hukum yang jelas, hal ini dilakukan agar lembaga pers tidak kehilangan arah. Sehingga tetap memiliki peranan penting, khususnya dalam mengimplementasikan jati diri dalam kompetisi era global. Adapun untuk ketentuan UUD 1945, yang seringkali dikaiatan dengan masalah pers nasional antara lain ditunjukkan dalam pasal-pasal berikut. Pasal 28 UUD 1945 Pasal 28 UUD 1945 berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Kaitan ¡si pasal 28 UUD 1945 dengan pers nasional adalah pers nasional sebagai salah satu sarana atau wahana komunikasi massa. Dalam hal ini masyarakat bisa melaksanakan hak kemerdekaan bersenikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat melalui pers nasional. Pasal 28 F UUD 1945 Pasal 28F UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasikan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Kaitan pasal 28F UUD 1945 dengan pers nasional adalah setiap orang bisa memperoleh haknya, baik hak berkomunikasi maupun memperoleh informasi melalui berbagai saluran komunikasi atau media massa yang merupakan bagian dan pers nasional. Landasan Yuridis Formal Landasan yuridis formal pers nasional sejatinya mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Selain tu, landasan yuridis formal pers nasional mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Landasan Strategis Operasional Landasan strategis operasional pers nasional memberikan acuan pada serangkaian kebijakan redaksional media pers masing-masing. Secara internal kebijakan tersebut berdampak pada kepentingan sosial dan kepnetingan skala nasional. Setiap penerbitan pers harus memiliki garis haluan manajenial dan redaksional. Garis haluan manajerial berkaitan erat dengan filosofis, visi, orientasi, kebijakan, dan kepentingan komersial. Garis haluan nedaksional mengatur tentang kebijakan pemberitaan atau sesuatu yang menyangkut materi isi serta kemasan penerbitan media pers. Landasan Sosiologis Kultural Landasan sosiologis kultural berpijak pada kumpulan tata nilai dan norma sosial, budaya, dan agama yang berlaku dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Pers Indonesia adaiah pers nasional yang sarat muatan nilai serta tanggung jawab. Pers Indonesia bukan pers liberal. Dalam segala sikap dan perilakunya, pers nasional dipengaruhi dan dipagaruhi pada serangkaian nilai-nilai kuitural yang melakat dalam kehidupan bermasyarakat. Landasan Etis Profesional Landasan etis profesional menginduk pada kode etik profesional. Setiap organisasi yang mengatasnamakan pers harus memiliki kode etik. Secana teknis, beberapa onganisasi pers bisa saja sepakat untuk menginduk pada satu kode etik. Akan tetapi, secara filosofis, setiap organisasi pers harus menyatakan terkait dan tunduk pada ketentuan kode etik. Hal ini berarti tiap organisasi pers boleh memiliki kode etik sendiri, boleh juga menyepakati kode etik secara bersama-sama. Dari serangkaian penjelasan tentang landasan hukum pres nasional di atas, dapatlah dikatakan bahwa setjatiny apa yang dilakukan insan pers ialah menghubungan arus informasi dari masyarakat kepada pemerintah ataupun sebaliknya. Akan tetapi dalam proses penyampain informasi tersebut tetap memiliki landasan hukum kuat, sehingga secara tidak langsung akan tercermin menjadi bagian idialisme setiap orang tergabung dalam pers. Demikianlah tulisan mengenai Landasan Hukum Pers di Indonesia yang berlaku sampai saat ini. Semoga melalui tulisan ini bisa memberikan wawasan dan menambah informasi bagi segenap pembaca yang refrensi tentang materi “pers”. Saya adalah lulusan Universitas Lampung Tahun 2022 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang bercita-cita ingin menjadi dosen
View3. LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN 28 at State University of Yogyakarta. LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN Tiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua yang
Origin is unreachable Error code 523 2023-06-15 142045 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d7b74232ed60b38 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
31HansKelsen, Teori Hukum Murni Dengan Judul Buku Asli "General Theory Of Law And State", ahli bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hal. 65 . Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak disini adalah hak hukum
BerandaKlinikIlmu HukumArti Landasan Filoso...Ilmu HukumArti Landasan Filoso...Ilmu HukumKamis, 21 April 2022Apakah yang dimaksud dengan pengertian hukum secara yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam peraturan perundang-undangan?Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis dimuat dalam pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. Apa arti dari masing-masing landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 9 Mei menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai arti landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis, kami informasikan bahwa keseluruhan jawaban kami akan berpedoman pada UU 12/2011 dan Peraturan Perundang-undangan di IndonesiaMenurut Pasal 7 ayat 1 UU 12/2011, hierarki peraturan perundang-undangan adalahUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;Peraturan Pemerintah;Peraturan Presiden;Peraturan Daerah Provinsi; danPeraturan Daerah Kabupaten/KotaSelain 7 jenis peraturan di atas, jenis peraturan perundang-undangan juga mencakupperaturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. [1]Peraturan perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[2]Baca juga Hierarki Peraturan Perundang-undangan di IndonesiaLandasan Filosofis, Sosiologis, dan YuridisPembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi[3]kejelasan tujuan;kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;dapat dilaksanakan; kedayagunaan dan kehasilgunaan;kejelasan rumusan; danketerbukaanAsas dapat dilaksanakan sebagaimana disebut di atas berarti setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.[4]Lalu apa yang dimaksud dengan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis? Berikut penjelasannya[5]Landasan FilosofisLandasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD SosiologisLandasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek, serta menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan Yuridis Pengertian landasan yuridis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan yuridis adalah menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari undang-undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum filosofis, sosiologis, dan yuridis dimuat dalam pokok pikiran padakonsideransUndang–Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[6]Baca juga Arti Menimbang’ dan Mengingat’ dalam Peraturan Perundang-UndanganAdapun unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis tersebut menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.[7]Unsur filosofis diartikan sebagai pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD sosiologis dibentuknya peraturan perundang-undangan adalah menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.[1] Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan “UU 12/2011”[2] Pasal 8 ayat 2 UU 12/2011[3] Pasal 5 UU 12/2011[4] Penjelasan Pasal 5 huruf d UU 12/2011[5] Lampiran I UU 12/2011[6] Lampiran II UU 12/2011[7] Lampiran II UU 12/2011Tags
Karenadalam pembuatan Undang Undang harus memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai dasar untuk pembuatan peraturan atau perundang-undangan. Jadi dengan naskah akademik baru bisa diharap dapat dibentuk peraturan perundang-undangan yang aplikatif dan futuristik. Tidak asal-asalan.
Era reformasi menjadi eranya kebebasan pers. Dibandingkan zaman Orde baru dibawah kepemimpinan Prn. Jend. TNI Suharto yang membelenggu, kebebasan pers kini malah kerap dinilai kebablasan. Namun sayangnya, kebebasan pers itu belum diiringi dengan jaminan keselamatan dan perlindungan bagi profesi warga negara pada hakikatnya memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Salah satu hak yang paling azasi dimiliki oleh manusia itu diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan hukum tertinggi di Indonesia. Yakni di pasal dalam 28D serupa juga dimiliki setiap warga negara Indonesia yang menjalankan profesinya di bidang kewartawanan jurnalis. Pada tahun 2009, Persatuan Wartawan Indonesia PW mencatat jumlah jurnalis sudah mencapai atau jurnalis merupakan salah satu profesi yang memiliki banyak risiko dan juga rawan bahaya. Mengemban tugas menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat, tidak selalu ditanggapi positif oleh semua pihak. Terutama pihak-pihak yang “merasa dirugikan” dan tidak setuju atas penyampaian kebenaran yang diungkap pena wartawan dan meminimalisir akibat dari sifat kurang menerapkan bermacam risiko yang dihadapi wartawan, baik secara fisik, psikologis maupun ancaman dari negara dan penguasa dengan ancaman hukuman penjara. Risiko secara fisik contohnya pemukulan, aksi premanisme, pengrusakan peralatan seperti kamera dan alat rekam, penculikan, penganiyaan, penyerangan terhadap kantor media hingga pembunuhan Fuad Muhammad Syarifudin atau dikenal Udin wartawan Bernas Jogja pada tahun 1996 yang hingga sekarang tidak juga terungkap, menjadi salah satu contoh. Pria usia 33 tahun itu meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah mendapat tiga hari perawatan di rumah sakit Bethesda Yogyakarta usai pula kasus AA Narendra Prabangsa, wartawan Radar Bali yang dipastikan oleh Kapolda Bali tewas dibunuh setelah menulis pemberitaan terkait penyimpangan di Dinas Pendidikan. I Nyoman Susrama, adik kandung Bupati Bangli I Nengah Arnawa, yang kini dijerat sebagai tersangka pelaku pembunuhan terhadap korban Prabangsa. Lebih beruntung dari Udin yang kasusnya belum juga terungkap selama 17 tahun ini, kasus Prabangsa yang terjadi pada tahun 2009 sudah menyeret pelaku pembunuhan ke meja secara psikologis, wartawan kerap menerima intimidasi berupa ancaman jika menulis berita tertentu, dikecam oleh narasumber di depan umum dan diancam akan dilaporkan ke aparat penegak hukum, sekalipun wawancara yang dilakukan adalah memberikan hak jawab konfirmasi kepada narasumber seperti sikap dan komitmen persatuan dalam lingkungan bangsa dan dan Tujuan PersTujuan pers adalah untuk terus mendapat sorotan publik setiap pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh pemerintah, karena semua yang dilakukan pemerintah harus dilakukan atas nama rakyat. Sorotan konstan ini tidak diragukan lagi akan memberikan tekanan terus menerus pada anggota kantor publik, namun justru tekanan inilah yang membuat peran mereka sebagai perwakilan publik, memenuhi kepentingan publik di atas peran mereka sebagai warga negara dan memenuhi kepentingan pribadi. Setiap tindakan atau perubahan yang diusulkan oleh pemerintah harus diteliti dan diperiksa secara masyarakat tidak bisa duduk diam dan menjadi peserta pasif negara mereka, namun harus, agar negara menjadi negara demokrasi, berperan aktif dalam menegaskan kemauan mereka. Peranan pers adalah mendukung hal ini dengan dua caraMenginformasikan kepada publik tentang apa yang sedang dibahas, dan latar belakang dari apa yang sedang mempromosikan percakapan dan debat seputar isu-isu politik sehingga tidak ada perubahan atau Tindakan dapat dilakukan tanpa disadari, untuk hal-hal semacam itu, yang tidak disetujui oleh publik, tidak dapat dengan pasti mempengaruhi kehendak semua orang mendapat informasinya tentang dunia, nasional, dan lokal dari media massa. Fakta ini memberi fungsi jurnalisme cetak dan penyiaran penting yang mencakup mempengaruhi opini publik, menentukan agenda politik, memberikan hubungan antara pemerintah dan masyarakat, bertindak sebagai pengawas pemerintah, dan mempengaruhi PublikMedia massa tidak hanya melaporkan hasil survei opini publik yang dilakukan oleh organisasi luar namun juga semakin memasukkan jajak pendapat mereka sendiri ke dalam liputan berita mereka. Yang lebih penting, koran dan televisi juga membantu membentuk opini PolitikIstilah agenda politik lebih luas cakupannya daripada istilah opini publik, dan ini mengacu pada isu-isu yang orang Amerika anggap paling penting dan perlu ditangani oleh pemerintah. Persepsi seseorang tentang hal-hal seperti kejahatan, hak sipil, ekonomi, imigrasi, dan kesejahteraan dipengaruhi oleh cara dan tingkat liputan Antara Pemerintah dan RakyatMedia massa adalah kendaraan yang melaluinya pemerintah menginformasikan, menjelaskan, dan mencoba untuk mendapatkan dukungan untuk program dan kebijakannya. Saat ini, jaringan utama tidak selalu memberi presiden airtime yang diinginkan jika mereka yakin tujuan dasarnya bersifat mereka memberi waktu, partai oposisi biasanya memiliki kesempatan untuk menolak apa yang Presiden katakan atau sampaikan pandangannya sendiri tentang sebuah topik segera setelah presiden PemerintahMeskipun media sering dituduh memiliki “bias liberal” dan, memang, survei menunjukkan kebanyakan jurnalis menjadi Demokrat liberal, semua administrasi kepresidenan mendapat sorotan dari wartawan cetak dan massa, yang paling signifikan melalui berita, laporan, dan analisisnya, mempengaruhi apa dan bagaimana kita belajar tentang politik dan pandangan politik kita sendiri. Seiring dengan keluarga, sekolah, dan organisasi keagamaan, televisi juga menjadi bagian dari proses di mana orang mempelajari nilai-nilai masyarakat dan memahami apa yang diharapkan masyarakat pers ini tidak relevan dalam sistem politik selain demokrasi karena sistem semacam itu tidak mewajibkan kehendak rakyat. Agar demokrasi menjadi demokrasi sejati, rakyat harus menjadi peserta aktif dalam wacana politik, dan agar hal ini bisa terjadi, pers sendiri harus menjadi agen aktif yang mewujudkan hal ini. Peranan pers bukan untuk menghibur atau mendidik, atau bahkan sekadar memberi informasi. Peran pers adalah untuk membawa tentang wacana politik yang secara historis, pers telah dikendalikan, sebagian besar, oleh kepentingan pribadi dan dipengaruhi oleh periklanan dari kepentingan pribadi. Namun baru-baru ini, kemunculan media sosial telah menghasilkan situasi di mana orang-orang dapat melayani dalam kapasitas peraturan pers. Ini memiliki implikasi positif dan negatif merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan komitmen persatuanImplikasi negatifOrang-orang beroperasi tanpa kendala etika yang secara tradisional diterapkan pada jurnalis profesionalOrang-orang mungkin tidak secara faktual diberitahu mengenai topik yang diminati sebagai jurnalis profesional secara tradisionalJurnalisme melayang ke arah sensasionalisme agar dapat bersaing memperebutkan perhatian khalayak yang sangat lebih terang-terangan partisan daripada jurnalis setidaknya dianggap sebagai dan, oleh karena itu, lebih cenderung mewarnai fakta agar sesuai dengan dirinya sendiri ini mengarah pada pengerasan dan polarisasi opini.Akhirnya, politisi dan pejabat terpilih menjadi lebih reflektif, lebih refleksif, kurang inovatif dan kurang yakin akan pesan ambigu yang mereka dengar dari konstituen PositifPengambilan fakta yang melibatkan orang banyak membuat wartawan profesional jujur ​​dalam jangkauan merekaPerumusan sumber yang berkepentingan berfokus pada opini publik mengenai pemecahan masalah kebijakan publik yang, jika tidak, tidak mendapat perhatian dari pers atau sampai pada perhatian legislatifKonstituensi memiliki kesempatan untuk membangun koalisi yang tidak mungkin dan mengatasi perbedaan mereka di forum publik ini lebih kecil kemungkinannya daripada polarisasi, namun dapat terjadi yang dapat menyebabkan solusi kebijakan publik dua media yang memotong “orang tengah” profesional kebijakan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkomunikasi secara langsung dengan konstituensi yang mungkin, jika tidak, dicabut haknya oleh lokasi, ras atau Hukum Pers Di IndonesiaBerikut beberapa landasan hukum yang mengatur Pers di IndonesiaLandasan IdiilIni juga sempat di kenal sebagai sebuah landasan pancasila. Pancasila yang dimaksudkan disini adalah Pancasila yang menjadi pedoman negara dan merupakan salah satu pembukaan UUD 1945. Pancasila ini memiliki peranan dalam landasan idiil dari sebuah negara yaitu negara Indonesia. Dimana di negara ini, pers menggunakan pancasila sebagai sebah pedoman yang Landasan KonstitusiIni merupakan landasan kedua dari hukum pers di indonesia. Ini adalah landasan yang akan mengutamakan UUD 1945 selain menggunakan landasan Pncasila sebagai peranan huku pers di Indonesia tersebut. UUD adalah sebuah sistem perundangan yang memiliki peranan penting dna tinggi di Indonesia. Ini di gunakan supaya nantinya pers tidak semena-mena dan menghianati landasan hukum yang berlaku di Landasan YuridisIni adalah landasan ketiga dari hukum pers yang berlakuk di Indonesia dimana asas yang di berlakukan dan diutamakan adalah UU nomor 40 pada tahun 1999. UU ini nantinya akan menjadi sebuah peraturan tertulis bagi pers berisi panduan pengaturan pers secara lengkap, pengertian, persetujuan, bentuk dan tujuan dari persitu Landasan ProfesionalIni adalah sebuah landasan yang bisa juga diartikan sebagai sebuah kode etik dari jurnalistik. Faktanya adalah kode etik ini akan di berlakukan untuk segala jenis dari media pers di Indonesia. Beberapa poin di dalam kode etik yang satu ini adalah penghormatan, kejujuran dan keberanian yang akan menjurus pada perbedaan pendapat dan fakta yang jelas mengatur perbedaan dan persamaan warga Landasan EtisSelain dari beberapa landasan hukum diatas landasan lain yang tidak kalah penting adalah landasan etus atau yang bisa dinyatakan sebagai sebuah landasan kode etik jurnalisme di dalam dunia pers. Karena warga yang berkecimpung di dalam dunia pers di Indonesia harus memahami tentang beberapa hal penting tentang landasan hukum pers yang berlaku di Landasan KebebasanSesuai dengn UUD 1945 pasal 28 dan 28 F maka di tetapkannya kebebasan individu dalam mengolah, menyampaikan atau menerima sebuah informasi. Inilah mengapa lembaga pers bisa berdiri dan dilindungi hikum di penjelasan singkat tentang landasan hukum pers di Indonesia yang pernah berlaku dari beberapa dekade lalu hingga saat ini.
. 148 46 25 193 260 291 114 208
landasan yuridis pers nasional adalah